if only you are not an indonesian ...

Tuesday, March 17, 2020

Wangi Biskuit di Nissins Ungaran


 pintu menuju restoran di lantai 3. restorannya luas dan dilengkapi dengan keperluan untuk meeting.sound systemnya bagus jernih terdengar.
 ini adalah lantai 1 di mana ada reception yang menyambut ramah.
 dulu, bertahun tahun yang lalu, kalau lewat jalan ini, Ungaran, sebelum sampai kota Semarang, selalu tercium bau wangi biskuit dipanggang. wangiiiii sekali. bertanya tanya apa yang sedang dipanggang ya ... 

 
 di depan pabrik Nissins ini, dipajang kaleng kaleng raksasa produksi mereka. saya tidak ingat sejak kapan kaleng itu tidak ada lagi atau sebenarnya masih ada tapi saya yang tidak memperhatikan. 

sekarang nissins membuka cafe, restoran, toko dan museum sekaligus dalam ukuran kecil. tokonya menjual semua produk nissins dengan harga yang lebih murah, cafenya menjual beraneka kue kue baik modern maupun tradisional, minuman masa kini juga ada. sedangkan restoran di lantai 3 lebih banyak menyajikan menu makan yang lebih berat semacam steak dan macam macam nasi dan padanannya. 

kami makan di restoran sebab cafe yang dibawah tampak penuh sesak. rasanya enak dan harganya masih masuk akal. pemandangan dari balik jendela sepertinya mess karyawan dengan latar belakang pegunungan. udaranya sejuk sehingga enak sekali untuk makan siang di hari libur di sini. 

Wednesday, April 24, 2019

Kashmir : breathtaking view of Sonamarg

Sonmarg (translation: "Meadow of Gold") is a hill station in Ganderbal district in the Indian state of Jammu and Kashmir about 80 km north-east of Srinagar
Sonmarg gives rise to The Three Sisters (Kashmir). In its vicinity lies the great Himalayan glaciers of Kashmir Valley namely Kolhoi Glacier and Machoi Glacier with some peaks of above 5,000 m: Sirbal Peak, Kolhoi Peak, Amarnath Peak and Machoi Peak. Sonmarg is situated in a valley at the bank of Nallah Sindh, 87 km north-east from Srinagar. It is a popular tourist destination, nestled within the imposing Himalayan peaks.[1] It lies at an altitude of 2800 m above sea level. The drive to Sonmarg passes Nallah Sindh, a major tributary of the Jehlum River in the Kashmir valley. It is upwards of sixty miles long valley and deep rock-grit gorge to open grassy meadow land and village-dotted slopes.  
Sonmarg has no permanent settlement and is inaccessible during winter due to heavy snowfall and avalanches. At the 2011 India census,[2] Sonmarg had a population of 392, excluding tourists and those working in the tourism industry. Males constitute 51% and females constitute 49%. These are the permanent residents of Sonmarg though seasonally. 

 tidak ada cukup kata untuk melukiskan keindahan Sonamarg di musim panas. mungkin lebih cantik lagi di musim semi. tetapi tidak mungkin di musim dingin sebab salju yang turun akan sangat intens dan tebal sehingga tidak mungkin dilalui kendaraan apapun. hanya pasukan militer menjaga perbatasan yang berada di area ini saat musim dingin.

kami sempat mampir ke satu perkampungan nomaden di sini, saat pawang kuda kami membantu ibunya membawa belanjaan ke rumahnya. kami tidak keberatan sebab malah memberi kami kesempatan lebih dekat masuk ke perkampungan yang hanya terdiri beberapa rumah yang sepertinya terbuat dari batu dan atap terpal. 

mereka memang hidup berpindah tenpat tergantung musim. anak anak mereka tidak sekolah. ketika saya tanyakan kepada driver, katanya memang tabiat mereka sulit diubah. tidak mau menetap meskipun  pemerintah memberi bantuan. pekerjaan mereka umumnya berkaitan dengan ternak dan pertanian. 

konon ada 25% dari seluruh jumlah penduduk di Kashmir yang memiliki kebiasaan hidup berpindah tempat seperti ini.  

Sonamarg ini menjadi lembah dan kota terakhir yang kami kunjungi selama di India. India selatan yang sangat eksotik dengan pesona sejarahnya yang luar biasa. India utara dengan kecantikan alamnya yang luar biasa juga. keduanya sangat layak dikunjungi. meskipun awalnya banyak drama dan ketakutan, saya tetap ingin kembali lagi ke India. di musim semi terutama. 


saat ada kesempatan lagi, pasti kami akan lebih siap bertualang dengan bekal informasi lebih banyak selain sedikit pengalaman sebelumnya. 


just in case diantara pembaca blog ini ada yang ingin ditanyakan tentang trip ke India, silakan kontak saya by email : alfie_not@yahoo.com 
saya akan senang sekali kalau bisa membantu mempersiapkan perjalanan ke sana. supaya lebih menyenangkan.  


 For most of history, man has had to fight nature to survive; in this century he is beginning to realize that, in order to survive, he must protect it. Jacques-Yves Cousteau
 Sonamarg, please wait for us ...





Kashmir : Ikan Trout Pahalgam

selain trekking, camping, hiking, horseback riding, atau rafting, di Pahalgam ini terkenal juga dengan fishing. terutama ikat trout yang konon sekelas dengan salmon. selama di guesthouse menjadi menu tetap anak saya adalah trout goreng ini. dibeli mendadak di pasar dan digoreng begitu saja dan dimakan dengan plain rice. 

 kami menemukan fishery ini, seperti tempat penangkaran ikan trout ini tidak jauh dari guesthouse, dalam perjalanan pulang dari masjid. karena pintu gerbangnya tidak dikunci, kami jalan masuk dan menemukan pemandangan indah menghadap langsung ke sungai. sebelum sampai ke bibir sungai, ada taman yang luas dan disediakan bangku bangku untuk duduk duduk menikmati pemandangan ke arah sungai.
 air dengan kedalaman, suhu, dan deras seperti ini yang cocok untuk ikan trout hidup. ternyata karenanya dikenal juga kontes kontes memancing di Pahalgam ini pada waktu waktu tertentu.


 pemandangan yang indah dan udara dingin membuat saya malas beranjak pulang. tetapi makin sore angin bertiup makin dingin. meski sudah dengan jaket ultra light down, masih terasa dingin.


 aliran airnya deras tetapi sangat jernih sampai sukit ditangkap oleh kamera. 
jika Pahalgam terlihat secantik ini saat musim panas, pasti lebih cantik lagi di musim semi. semoga kami diberikan kesempatan untuk berkunjung ke Kashmir lagi di musim semi tahun depan. aamiin. 
 


 

Kashmir : Jamia Mosque di Lembah Pahalgam

dari airport kami langsung menuju Pahalgam dengan mobil sewaan yang dikirim untuk menjemput kami dari guesthouse. sedangkan guesthouse itu sendiri kami pesan di www.booking.com kemudian komunikasi dilanjutkan by whatsapp dan email. saya memastikan bahwa ada masjid yang menyelenggarakan sholat jumat di Pahalgam meskipun akhirnya hari jumat ternyata kami sudah ke Srinagar. 

dari airport sampai ke guesthouse sekitar 3,5 jam dengan pemandangan yang indah menyejukkan mata. Pahalgam adalah lembah di kaki pegunungan himalaya yang dikelilingi oleh hutan pinus yang cantik. diantaranya ada sungai lidder yang mengalir deras dan jernih bahkan di musim panas seperti waktu itu. 



 
Pahalgam is a beautiful valley, and the Lidder River running through it makes it even more picturesque. The river is one of the favorite spots for trout fishing in the country. Rafting is also organized at this river. Here are 10 interesting things to do when you are in Pahalgam.
1. Visit Club Park: Club Park is one of the oldest parks in Pahalgam. It is crowded, specifically on weekends. The garden blends perfectly with its surrounding hills and river running nearby and looks more like a naturally created garden.
2. Stop at Aru Village: Aru village is around 12 km from Pahalgam. Taxis are available from Pahalgam on shared basis. It is a beautiful village, visited by far lesser tourists and is more peaceful than Pahalgam. Some scenes from the film ‘Jaab Tak Hai Jaan,’ were shot here. The ride from Pahalgam to Aru has some of the most picturesque viewpoints. Pony rides are organised on the gentle slopes at Aru.
3. Go camping at Lidder Valley: Lidder valley is a popular camping site. It is around 12 km from Pahalgam and 12 km from the nearest motor accessible village, Aru.
4. Trout fishing at Lidder River: If you want to indulge in some fishing, there is no better place than Pahalgam. As much fun as it is, it doesn’t come cheap. Fishing permits are issued only in Srinagar by the Fisheries Department. If you are a first timer you can hire the service of a shikara (offered by fishermen in this case) but it can be quite expensive. With a permit I’m told that one can catch more than six fishes. So more or less it is a give and take process but a fun-filled adventure altogether. Pahalgam is thus also known as a ‘anglers paradise.’
5. Rafting at Lidder River: River rafting is one popular sport here. Some people just come here to indulge in the sport. The white frothing water makes it more enticing.
6. Jamia Masjid Mosque: The green roof mosque just near the main bazaar (market) with its beautiful design is a major attraction. The location of the mosque also adds another dimension to its aura. The Lidder River below and the mountain as the backdrop make it a peaceful place to worship.
7. Gauri Shankar Temple: This temple is one of the oldest temples in Pahalgam. The Amarnath Yatra also begins here. The temple is small but much revered by the Hindus.
8. Visit the zoo: Around 1 km from Pahalgam town, wildlife lovers can see different species of deer, leopard and bear at the zoo.
9. Visit Betaab Valley: Betaab Valley is 15 km from Pahalgam town and is one of the most beautiful valleys around Pahalgam. The valley is famed as a setting for a popular Bollywood film, Betaab.

10. Visit Amarnath Cave: Amarnath is a famous cave where myth and beliefs meet. It is believed that Lord Shiva is seated in the cave. The cave was first discovered in 19th century by a local Buta Malik of Batakote. The cave and the naturally formed ice Shiva Linga has become a revered and one of the most popular pilgrimage sites in India. Most pilgrims stop at Pahalgam before continuing their journey to Amarnth. Tourism has flourished here richly after the insurgency problems have dissipated.



 dari 10 tujuan yang disebutkan diatas, kami hanya mengunjungi 1 saja hahaha. yaitu central jamia mosque alias masjid jami di Pahalgam. sama seperti masjid lainnya, perempuan tidak diizinkan masuk di ruang utama dan kalau di sini, dibuatkan bangunan terpisah dengan bangunan masjidnya. 
masjidnya terbuat dari kayu dengan latar belakang pegunungan berkabut membuatnya menjadi luar biasa. waktu itu ada satu jamaah perempuan lain yang sholat di sana. tidak tepat disebut jamaah sebab kami tidak ikut sholat berjamaah sebenarnya. 


tampak depan masjid Pahalgam yang terletak di depan main bazaar di mana saya gatal ikut belanja buah buahan dan sayuran di sana. saya masak di dapur guesthouse sementara pemilik guesthouse membantu saya menyalakan kompor dan menemukan alat alat masaknya. menurutnya, masakan saya datar dan terlalu bersih dibanding masakan Kashmir yang berkuah kental dan berwarna warni dan banyak rempah.
 cantik bukan? sayang sekali, saya bahkan tidak boleh mampir ke terasnya. bapak bapak yang ada di sana memandangi keanehan saya dengan baju warna cerah dan berada di masjid yang sepertinya hanya untuk laki laki. saya belum menemukan alasan mengapa masjid masjid di sana membatasi perempuan untuk sholat di masjid.


nah, di bangunan kayu terpisah inilah jamaah perempuan boleh ikut sholat. dari apa yang saya lihat, sepertinya bangunan ini lebih sering terkunci dan jarang digunakan. jadi baunya lembab dan apak.  rasanya dingin sekali di dalamnya.

 
si bapak membukakan pintu untuk saya supaya bisa sholat didalamnya. menunjukkan tempat wudlu yang amit amit kotornya. 
 di dalam terlihat bersih dan rapi. hanya banyak debu saja sebab nyaris tidak pernah digunakan. jamaah laki laki sih ada banyak. sebab lokasinya di depan pasar, di mana begitu adzan terdengar, para laki laki yang bekerja di sekitar pasar sepertinya langsung buru buru ke masjid. setelah selesai juga buru buru balik lagi ke tempat mereka bekerja.
 
sholat di sini terlihat menarik di foto. tapi sebenarnya rumputnya lembab. Pahalgam waktu itu banyak hujan baik gerimis atau deras. udara terasa lebih dingin. berubah drastis dari Delhi ke Pahalgam. konon Pahalgam seperti Switzerland di Eropa dan dikonfirmasi oleh teman yang menetap di sana. 

satu hari saya ingin kembali lagi ke sana dan mengunjungi lebih banyak tempat lagi.






Tuesday, April 23, 2019

Kashmir : Mughal Gardens in Srinagar

 Shalimar Bagh is a Mughal garden in Srinagar, linked through a channel to the northeast of Dal Lake, on its right bank located on the outskirts of Srinagar city in Jammu and Kashmir, India. Its other names are Shalimar Garden, Shalimar Bagh, Farah Baksh, and Faiz Baksh, and the other famous shoreline garden in the vicinity is Nishat Bagh. The Bagh was built by Mughal Emperor Jahangir for his wife Nur Jahan, in 1619. The Bagh is considered the high point of Mughal horticulture. It is now a public park. It is also called the "Crown of Srinagar".[1][2
 
 kisah cinta di India tidak hanya berupa makam luar biasa Taj Mahal, tetapi banyak juga tanda cinta berupa taman taman yang indah. sepertinya para raja masa itu adalah pria pria romantis. salahsatu yang kami kunjungi adalah shalimar bagh ini. letaknya agak di luar kota Srinagar. sayangnya begitu sampai sini hujan deras. padahal tamannya terbuka. ditambah lagi kebelet. ketemu toilet ada airnya tapi bau dan kotor luar biasa. huek.
 mungkin satu hari nanti saya kembali ke sini di musim semi supaya bisa melihat keindahannya.
meskipun hujan, kami bukanlah satu satunya pengunjung di sini. ada beberapa lainnya. selain menikmati taman, pengunjung bisa menyewa baju tradisional di sini dan berfoto a la ratu raja jaman dulu. 

setelah makan siang di depan taman, kami melanjutkan perjalanan. sebenarnya ada taman lagi nishat garden yang berada di ketinggian. tentu pemandangannya lebih indah tetapi kami sudah lelah jadi tidak mau lagi masuk ke nishat garden ini. langsung ke taman bertingkat diatas bukit saja. 

untuk sampai di sini, jalanan mendaki cukup tinggi. melewati seperti hutan kota, diberhentikan oleh tentara India dulu untuk pemeriksaan, dan taman ini pun dijaga dengan ketat oleh tentara India. 
 
 sampai di sini, hujan sudah reda, meski masih becek becek di beberapa tempat. langitnya kelabu jadi sulit dapat foto yang bagus. tetapi kami tidak menyesal melepas taman taman lain dan hanya berkeliling di sini saja. tempatnya indah sekali. pasti lebih indah waktu musim semi. lebih banyak bunga bunga.
 bunga bunga di sini terlihat lebih hidup dan warnanya lebih tajam. hanya sedikit bunga bunga di sini setelah musim panas tiba. taman taman bertingkat yang luas ini terlihat terawat dengan baik dan bersih. 
 Pari Mahal , also known as The Palace of Fairies, is a seven-terraced garden located at the top of Zabarwan mountain range, overlooking the city of Srinagar and the south-west of Dal Lake in the state of Jammu and Kashmir, India. It is an example of Islamic architecture and patronage of art during the reign of the then Mughal Emperor Shah Jahan

The Pari Mahal, or Palace of Fairies,[1] was built as a library and residence for the Mughal prince Dara Shikoh in the mid-1600s.[2] Dara Shikoh was said to have lived in this area in the years 1640, 1645, and 1654. It was further used as an observatory, useful for teaching astrology and astronomy.[3] The gardens have since become the property of the Government of Jammu and Kashmir.[4]
The Pari Mahal has also been used as a top-secret interrogation centre and as a base for high-level bureaucrats.[1]
https://en.wikipedia.org/wiki/Pari_Mahal
 
 bagian becek dari taman yang luas ini.
 bunga ini seperti dahlia tetapi kelopaknya lebih rumit dan bertumpuk tumpuk. warnanya ada yang putih dan ungu.
 dal lake dan kota srinagar bisa terlihat dari atas sini di sisi sebelah kanan.
 dulu pernah menjadi tempat tinggal putra raja shah jahan. kemudian di waktu waktu berikutnya dijadikan observatorium. tempat yang cocok untuk mengajar astronomi. tentu melihat ke langit bebas di sini.
 tidak terlihat banyak bunga bunga atau pohon pohon mengingat ini adalah taman. tetapi pemandangan dari atas sini indah sekali meski langitnya kelabu.
 

 

Kashmir : masjid masjid di Srinagar

Khanqah-e-Moula (Urdu: خانقاہِ معلّےٰ‎), also known as Shah-e-Hamadan Masjid and Khanqah is a controversial mosque in Kashmir, located in the Old City of Srinagar, Jammu and Kashmir. Situated on the right bank of the river Jhelum between the Fateh Kadal and Zaina Kadal bridges, it was first built in 1395 CE, commissioned by Sultan Sikendar. The present mosque stands atop the widely revered ancient Hindu temple of Kali Shri.
https://en.wikipedia.org/wiki/Khanqah-e-Moula

sepertinya hampir semua masjid yang kami kunjungi di india berada dekat dengan pasar kecuali masjid di Fatehpur Sikri. jadi seringklaintidak terlihat tampak depannya dengan jelas. malah sering kesannya kumuh karena banyak kios di sepanjang pagarnya. apalagi masjid syeh hamdan ini. 

saya tidak bisa masuk ke bagian dalam masjid tua yang sudah tidak asli lagi ini. beberapa kali masjid ini habis dilahap si jago merah. bahkan kalau tidak salah, terakhir terbakar tahun 2017. konon masjid ini kontroversial sebab dibangun diatas kuil hindu yang dihancurkan. bahkan sumurnya masih dipertahankan didalam masjid. 

mungkin karena awalnya dari kuil hindu, saya melihat sebatang dupa yangs udah dibakar diselipkan di beberapa tempat di dinding masjid. ditambah lagi dibagian belakang ada makam dan ada orang yang sepertinya sedang berdoa disitu dengan membawa sesaji.  
 kotak sedekah di depan pintu masjid. begitu saya mendekat, beberapa orang yang ada disitu langsung waspada dan mencegah saya masuk. saya mengintip dari jendela, sepertinya hiasan didalamnya rumit dan berwarna warni.
 ruangan ini yang boleh digunakan oleh jamaah perempuan. saya bertemu seorang ibu menggendong bayi yang sakit dan berdoa di sini. jadi membingungkan antara masjid dan kuil bukan?
 hiasan rumit warna warni dengan aneka pola ini mengingatkan saya pada patrika gate di Jaipur. 
 pola rumit lainnya didinding masjid ini.
 saya tanyakan seseorang mengapa ada ikatan ikatan kain atau pita di sini. saya pernah melihat foto seutas tali panjang dengan banyak ikatan seperti ini konon di Kathmandu. ikatan pita/kain ini seperti menandai doa yang dipanjatkan di sana. saya tidak pernah tahu ajaran islam seperti ini. mungkin itu sebabnya masjid ini disebut kontroversial ya. karena sejarah pembangunannya.
 sebagian besar bangunan masjid terbuat dari kayu yang tentu mudah terbakar. tetapi tampaknya setiapkali terbakar langsung direnovasi dan dipulihkan kembali seperti semula.

pola rumit vas bunga seperti di dinding Amber Fort di Jaipur. lihat hiasan bunga di pagarnya? 
 hanya bisa memandangi dindingnya membuat saya penasaran ingin masuk ke dalam.
 masjid ini berada di tepi sungai. sepertinya saat kami di sana, air sungai sedang meluap tetapi tidak sampai naik ke halaman masjid. 


Jamia Masjid (Urdu: جامع مسجد سرینگر‎) is a mosque in Srinagar, Jammu & Kashmir, India. Situated at Nowhatta in the middle of the Old City, the Mosque was commissioned by Sultan Sikandar in 1394 CE and completed in 1402 CE,[1] at the behest of Mir Mohammad Hamadani, son of Mir Sayyid Ali Hamadani,[2] and is regarded as one of the most important mosques in Kashmir.[3] The architectural style of the Mosque is inspired by the Indo-Saracenic style of architecture, which is a blend of Indian and Mughal styles,[4] and also bears similarities to Buddhist pagodas.[5] The Mosque is located in Downtown which remains a central zone to the religio-political life in Srinagar. Thronged by Muslims every Friday, it is one of the prime tourist attractions of Srinagar.[1]
 
https://en.wikipedia.org/wiki/Jamia_Masjid,_Srinagar

 tepat di gerbang masjid jamia ini juga pasar yang cukup ramai. saya sempat melihat lihat sebentar. mengingat kami tidak mau beli bagasi tambahan, tidak beli apa apa di sini.

 begitu masuk kedalam, setelah melepas alas kaki, ini yang terlihat pertama kali. kemudian di sisi sebelah kiri dan kanan adalah tempat sholat yang ditopang tiang tiang raksasa dari kayu. 
 di depan sini kami melepas alas kaki. di masjid ini adalah perempuan diizinkan masuk dan sholat di sini.
 sepertinya ada 378 tiang di sekeliling tempat sholat. saya melihat beberapa ibu yang menyentuh setiap tiang sambil mengucapkan doa.
 sepanjang sejarahnya, meskipun sejak awal masjid ini dibangun memang untuk masjid, tetapi mengalami beberapa kali penutupan oleh rezim yang berkuasa pada saat itu. alhamdulillah saya masih mendapat kesempatan untuk berkunjung.
 

It is not only the religion that has attracted the people of the state to the Mosque. The Jamia Masjid has been a hot-bed of raging political discourse on the present turmoil in the state, and the politics that has unfolded in Kashmir has led to curbs and gags on congregations here. Its roots, however, lie deeper in history. The Mosque also became a platform for people to debate and discuss the politics of the Kashmir conflict much earlier before the conflict erupted in Kashmir valley.[6] According to historian Mohammad Ishaq Khan, “Jamia Masjid has primarily played a significant part in imparting religious education. However, with the spread of modern education among Kashmiri Muslims, thanks to the efforts of Mirwaiz Ghulam Rasul Shah, the Masjid began to play a seminal role in the growth of political consciousness. Sheikh Muhammad Abdullah was, in fact, initiated into what I would call the mysteries of Kashmiri Muslim politics at Jamia Masjid by Mirwaiz Muhammad Yusuf Shah.”[7]

Sikh Era (1819-1846 CE)

For 21 years,[6] the Mosque faced closure under the Sikh regime of Maharaja Ranjit Singh beginning in 1819 AD, when the-then Governor, Moti Ram, put curbs on offering prayers in Jamia Masjid.[8] No prayers were offered and no call for prayers was given from the Mosque. It was reopened by Sikh Governor, Ghulam Muhi-ud-Din, in 1843[9] who spent nearly a lakh and a half of rupees on its repair. But for 11 years, rulers allowed prayers only on Fridays. The Mosque would be opened for just few hours on Fridays and closed again.[6]


July 13, 1931

The martyrs of July 13, 1931 were taken to Jamia Masjid after the police opened fire and 22 people were killed and hundreds injured. The bodies of the martyrs were laid in the compound of Jamia Masjid where Sheikh Abdullah, Mirwaiz Maulvi Muhammad Yusuf Shah and other leaders started delivering speeches against Maharaja Hari Singh.[6]

Post 1947

Prolonged closure of the Mosque once again came into effect since 2008 when the Amarnath land row erupted. The decision of the Omar Abdullah government to prevent people from offering Friday prayers for weeks together led to massive outrage.[7] Ban on religious congregations in 2008 was seen as an attempt to choke the rebellion whose epicentre was the hotbed of separatist leaders, the areas in old city, particularly around Jamia Masjid.[6] During the Mehbooba Mufti led BJP-PDP coalition government, the Mosque was again "locked down for three months in the uprising of 2016 and in 2017 for the first time even Jumat-ul-Vida congregation during Ramadan was not allowed and in 2018 for 16 Fridays, prayers were barred at the Mosque."[10]