if only you are not an indonesian ...

Thursday, November 22, 2018

Lawang Ombo Yang Misterius

selain dekat dan momennya memang libur tahun baru imlek, maka kami ke Lasem. saya juga ingin berkunjung ke pondok pesantren salahsatu kyai di Rembang, yang tulisan beliau menjadi pelajaran utama saya sekian puluh tahun lalu di madrasah diniyah. tulisan yang sangat dalam maknanya tetapi disusun dalam kalimat yang bersahaja. saya bertanya tanya, sampai sekarang, apakah masih ada yang membaca buku syair ngudi susilo itu? apakah masih ada anak anak yang belajar budi pekerti dari buku itu? apakah masih ada guru yang paham dan mau menjelaskan makna setiap kalimat dari syair itu? 
saya masih kadang kadang membaca atau membacakan untuk anak. sayangnya ilmunya terlalu dangkal untuk bisa menjelaskan seperti guru saya dulu. sayang sekali. 


 ada beberapa tempat yang sudah ditandai untuk dikunjungi di Lasem. selain 2 masjid, masjid agung Rembang dan masjid jami Lasem, yaitu Tiongkok Kecil Heritage. yang ternyata adalah hotel. sebenarnya bagus juga menginap di situ supaya bisa merasakan atmosfer Tiongkok yang lebih kental. tapi saya baca baca lagi ternyata kamar mandinya terpisah dengan kamar. padahal rumahnya rumah tua yang cukup besar. kalau malem malem kebelet kayanya bisa jadi adegan horor. 

 meski dianggap kental kebudayaan Tionghoa di Lasem, sebenarnya ada banyak juga pondok pesantren di sana. satu tanda bahwa masyarakat yang berbeda beda keyakinan itu hidup berdampingan dengan damai. jadi kami juga mampir ke salahsatu kelenteng yang ada di sana. katanya nomor dua terbesar. sempat bingung setelah sampai di kelentengnya. sebab pintu depan kelenteng digembok. halaman depannya luas terbuka. ternyata masuknya lewat pintu samping melewati jemuran dan adegan rumahtangga lainnya. 

yang menarik, saat kami menuju kelenteng, terlihat ada rumah besar dengan gerbangnya sedang terbuka. ada tulisan "lawang ombo" diatas gerbangnya. waktu itu saya tidak tahu apa apa tentang bangunan rumah besar itu. sepulangnya dari kelenteng, kami putuskan untuk mampir dan masuk ke dalam. sebab di halaman rumah itu juga ada beberapa orang yang baru turun dari mobil. sepertinya mereka juga sedang berkunjung. 

 yang terlihat pertama kali setelah masuk rumah adalah meja sesajen ini. sesajennya kelihatannya lengkap dan masih segar. saya kira karena ada perayaan imlek. di dinding banyak foto foto saya kira foto pemilik rumah dan kerabatnya. rombongan yang datang sebelum kami tadi mengajak seorang pemandu wisata. saya ikut mendengarkan apa yang diceritakannya meski sekilas. tanpa saya sadari rombongan tadi sudah masuk lebih dalam dan kami kehilangan jejak. jadi kami hanya melihat lihat di ruang pertama tadi. seperti ruang tamu. pernak pernik didalam ruangan tadi sangat khas Tionghoa. 

 kami bertanya tanya sebenarnya tepat apakah ini. meski sebelum berangkat sempat sedikit membaca tentang Lasem, tempat ini tidak ada disebutkan. atau karena saya tidak mencari dengan seksama. di aplikasi tripadvisor juga tidak ada rumah ini.


 sesajinya lengkap dan segar bukan? saya tidak tahu apakah setiap hari ada atau karena sedang imlek. saya tidak bisa tanya siapa siapa. rombongan sebelum kami sudah masuk lebih dalam. dari pintu menuju halaman belakang, terlihat ada halaman luas dan bangunan lain di sana. tetapi tidak ada siapa siapa.
 hanya terlihat rumah ini tidak lagi ditempati tetapi dirawat dengan baik. sebab terlihat bersih. cenderung spooky malahan.
 motif ukirannya khas Tionghoa di mana mana. di kaki kursi, kaki meja, meja, bingkai jendela, dan lain lain. saya tidak tahu apa namanya. tetapi ukirannya terlihat cukup detil. tetapi Lasem memang tidak jauh dari Jepara yang terkenal dengan kerajinan ukirnya.
 warna merah juga warna khas Tionghoa.
ketika foto ini tayang di facebook, dengan sedikit memberi caption, ada yang komentar bahwa foto diatas adalah foto foto pipa candu. kemudian saya browsing tentang Lawang Ombo ini. dan cerita yang saya dapatkan sangat menarik. ternyata rumah ini adalah rumah candu. bukan hanya untuk mengisap candu, tetapi di sini adalah pusat perdagangan candu yang didatangkan dari tanah Tiongkok pada waktu itu. setelah menumpang kapal dari laut, kemudin menyusuri sungai, dan di rumah ini ada lubang menuju ke lorong bawah tanah yang langsung menuju sungai. 
dari cerita ini saya menyimpulkan bahwa pada saat itu kegiatan jual beli candu adalah illegal. selain dari cerita, melihat dari usai bangunan dan tahun terjadinya, candu pada masa itu sudah illegal.  belum lagi kondisi masyarakat sekitar di Lasem yang juga kental kehidupan beragama islamnya.

komentar saya mungkin terdengar tajam sehingga salahsatu yang komentar di timeline saya meminta saya banyak banyak membaca sebelum menulis. sebab ada waktunya di Tiongkok menghalalkan candu. jadi bukan aktifitas illegal seperti yang sebutkan.

  

hasil browsing saya menguatkan pendapat saya. memang saat itu di Lasem, kegiatan jual beli candu adalah illegal. 


 

Tuesday, November 20, 2018

MASJID JAMI' LASEM

 meski Lasem dikenal sebagai Tiongkok Kecil, ternyata agama Islam di sini sangat terasa kehadirannya di mana mana. dan usianya cukup tua terlihat dari masjid masjid di sini. 
karena kami belum merasa lelah, setelah check in hotel, kami mencari masjid jami Lasem di sebelah timur kota Rembang, kira kira 14 km. jalanan sudah mulai sepi. beberapa truk besar menemani perjalanan kami. di sisi kiri kami dalam kegelapan tampak kilau air laut dari pantulan lampu di perahu nelayan. ada perasaan takut menyelinap.
 akhirnya kami temukan juga masjid ini. sebenarnya masjidnya cantik. sayangnya tampak depannya tidak terlihat. selain berada di sudut perempatan jalan raya yang ramai, jalan raya pantai utara, kabel kabel telepon dan listrik centang perenang di depannya. perlu memutar dua kali sampai akhirnya kami menemukan pintu masuk dan tempat parkir yang aman.
 ditambah lagi di seberang masjid sepertinya ada pasar yang masih ramai meski hari sudah malam. mungkin karena lalu lintas di depan masjid adalah lalu lintas utama pantai utara. 

konon kota Lasem ini sudah ada sejak tahun 1276 caka atau tahun 1616 Masehi sebab tertulis dalam buku Negarakertagama bahwa raja Hayamwuruk berkunjung ke Lasem pada tahun tersebut.

meski begitu, kapan berdirinya masjid Lasem tidak bisa disebutkan dengan jelas. tidak ada yang bisa mengartikan tanda tanda dalam bahasa Arab dan Jawa di dalam masjid.
 detil ukiran cantik di dalam masjid jami Lasem. menurut saya tidak mengherankan mengingat jarak Lasem dan Jepara tidak jauh. Jepara terkenal dengan kerajinan ukirannya. 
 sayangnya masjid ini kurang terang. kurang kuat pencahayaannya. apalagi tampak dalam foto adalah jalan menuju tempat wudlu wanita. sepertinya sedikit spooky karena gelap.
 sebenarnya banyak kendaraan jamaah yang parkir di halaman depan masjid tetapi karena sudah malam dan lampunya remang remang saja, tidak bisa terlihat dengan jelas.
 sepertinya ini salahsatu bagian masjid yang masih asli. mungkin di bangunan seperti candi atau temple atau menara ini ada tanda tanda yang sebenarnya bisa menunjukkan kapan masjid ini didirikan.
bagian wudlu untuk laki laki. diatasnya sepertinya ada ruangan ruangan tetapi tidak tahu untuk apa. semua jendelanya tertutup rapat dan tidak ada cahaya apa apa. sekilas mengingatkan saya pada masjid kauman di Semarang. tetapi ini masjid Lasem ini juga masjid kaumannya Lasem. 

sudah malam, setelah dari masjid kami sebentar memutar di Lasem dan memutuskan makan malam di arah kota Rembang saja. sebab Lasem sepertinya sudah tidur lelap setelah isya. kami singgah di restoran yang direkomendasikan oleh aplikasi tripadvisor. 



 PRAU KUNO RESTAURANT
REMBANG

 kami pilih restoran ini karena mudah ditemukan, masih banyak dan ramai pengunjungnya, dari jalan terlihat artistik, dan kelihatannya halaman belakangnya menghadap langsung ke pantai. rupanya malam itu sedang ada reuni sehingga tampak ramai. ada musik dan banyak canda tawa. 

 arsitektur khas Jawa, ada pernak pernik tentang kehidupan nelayan, gambar perahu, selain perahu raksasa di lobby tadi. harganya terjangkau untuk ukuran restoran sekelas itu. rasa makanannya enak juga. kami duduk di bagian belakang luar restoran. konsepnya taman terbuka. ada atrium terbuka juga di seberang area meja kami.
 di sini kami mencicipi satu minuman khas Rembang yaitu sirup buah kawista. rasanya segar mirip rasa coca cola. termasuk warnanya coklat kemerahan juga. tetapi mereka tidak menyajikan yang hangat jadi saya hanya minum seteguk saja.
 ada beberapa bangunan seperti ini salahsatunya digunakan sebagai musholla. 
kelihatannya restoran ini masih baru sebab tanamannya juga seperti baru ditanam. pada malam hari tidak ada masalah. tetap cantik. tetapi mungkin kalan makan di sini di siang hari, kami harus memilih makan di bangunan utama yang memiliki pendingin ruangan. 

waktunya pulang ke hotel. sudah banyak yang dikunjungi, perut sudah kenyang, mata sudah berat, kaki sudah lelah.
 nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudera
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa

Menuju Lasem, di Pantai Utara Pulau Jawa

menjelang ujian akhir sekolah dasar, kegiatan belajar mengajar di sekolah menjadi sangat padat. rasanya udara dan suasana mejadi intens. entah itu hanya perasaan saya atau mungkin ibu ibu yang lain merasakan juga. anak anak pulang sekolah seperti kelelahan dan bosan dengan pelajaran. jadi waktu ada long weekend, saya mencari tempat untuk liburan yang dekat dekat saja tetapi menarik. 

pilihannya bisa ke arah barat atau ke arah timur. ke arah timur kurang menarik dan lalu lintas menuju ke sana cenderung sangat padat. dengan begitu akan menghabiskan waktu dan melelahkan. akhirnya saya menemukan Lasem, di arah barat, menuju pantai utara. Lasem adalah salahsatu kecamatan di Kabupaten Rembang. 
di Lasem sendiri tidak banyak pilihan hotelnya sehingga kami menginap di Rembang. 

 waktu itu libur nasional imlek. jadi rasanya menjadi pas sekali kalau kami berkunjung ke daerah yang masih kental suasana tiongkoknya. awalnya saya baca tentang Lasem ini di grup facebook. ditekankan pada kentalnya kebudayaan tiongkok di sana. saya kenal Lasem hanya dari gambar batik batik pesisir dengan motif khas. warna warna yang cerah.
 karena kami berangkat sepulang sekolah, sesampai di kota Rembang, sudah menjelang maghrib. ternyata hotel kami, berada tepat di depan alun alun kota Rembang, di mana ada pusat keramaian. kami makan malam piknik di bangku bangku beton yang ada di sekeliling alun alun. sambil mengamati banyaknya keluarga yang juga piknik di situ.
 udara terasa lengket dan berat sebelum saya menyadari kalau kami berada tidak jauh dari laut utara. benar saja. dari jendela kamar, kami bisa melihat laut biru luas dengan titik warna warni perahu nelayan di mana mana.

FAVE HOTEL REMBANG


 karena sebelum berangkat saya fokus pada kebudayaan tiongkok di Lasem, perlu waktu beberapa lama bagi saya menyadari mengapa banyak sekali foto dan kata kata yang menyebut RA KARTINI. bahkan di lobby pun ada lukisannya. 
hahaha saya lupa kalau di kota ini, RA KARTINI juga melanjutkan pergerakan emansipasi wanita setelah menikah dengan bupati rembang pada waktu itu. akhirnya kami pun berkunjung ke museum Kartini, tidak jauh dari hotel kami berada.


di fave hotel ini ada kolam renang juga meski tidak terlalu besar. tetapi cukup untuk stretching dan menyejukkan diri setelah jalan jalan kepanasan. udara memang panas karena dekat dengan laut. 



pemandangan dari jendela kamar.
 meskipun tidak persis menghadap saat matahari terbit, pemandangan hari berubah dari gelap menjadi terang di pagi hari, sangat indah. melihat kesibukan penduduk di kampung di dekat hotel, ketika hari telah terang.
tentu saja kami ikut berjamaah di masjid agung. tinggal jalan kaki sepelemparan batu saja dari hotel. masjid ini sudah cukup tua. konon dibangun tahun 1814 tetapi nampaknya masih lebih tua masjid Lasem yang akan kami kunjungi kemudian. masjidnya sangat Jawa dan megah. jamaahnya cukup banyak juga saat itu.


 MASJID AGUNG BAITURRAHMAN 
REMBANG


sejujurnya awalnya kami bingung. masjid yang dekat alun alun ini, masjid raya atau masjid agung. sebab masjid agung Baiturrahman Rembang disebutkan memiliki makam di sebelah masjid. tapi kami tidak meihat makamnya. di Lasem, kira kira 14 km dari pusat kota Rembang ini juga ada masjid yang sangat tua. bangunannya didominasi oleh kayu. 
belakangan kami paham bahwa yang di alun alun Rembang ini masjid agung Baiturrahman sedangkan yang berada di Lasem adalah masjid Jami' Lasem. 

 cantik dan bersih kan. bahagia sekali saya, kalau bisa menginap di kota lain, yang hotelnya dekat dengan masjid. kami bisa dan suka berlama lama di masjid hanya duduk duduk saja. melihat aktifitas takmir masjid dan jamaah lainnya. 

apalagi di masjid ini, karena lokasinya di pusat kota, mudah ditemukan, kami bertemu dengan musafir lain yang mampir ke sini. rasanya kami menemukan teman seperjalanan.



 bukan hanya satu dua kali, kami menghabiskan banyak waktu untuk mencari cari masjid tertentu di satu kota. pernah juga sampai setengah hari sendiri mencari masjid. rasanya tenang kalau sudah sampai di masjid di satu kota dan tidak merasa asing lagi. 
  entah mengapa saya tidak mengmabil foto lagi setelah hari terang. padahal kami tidak hanya sekali mampir ke sini.

oh ya. seperti masjid masjid lama di kota kota di Jawa, biasanya ada makam didekat masjid. hmm sepertinya tidak hanya di Jawa, di Shrinagar ada masjid tua yang juga bersebelahan dengan makam. makam di sebelah masjid agung ini adalah makam makam para pendiri atau tetua kota Rembang. diantaranya adalah makam adipati dan istrinya. tetapi saya tidak melihat makam makam tersebut. 
 


Rembang (Jawa: ꦉꦩ꧀ꦧꦁ, translit. Rembang) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Rembang. Kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara, Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan, serta Kabupaten Pati di barat.
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, R. A. Kartini, terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di Desa Bulu yang masuk ke jalur Rembang-Blora (Mantingan). 
Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Provinsi Jawa Tengah dan dilalui Jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), terletak pada garis koordinat 111000' - 111030' Bujur Timur dan 6030' - 706' Lintang Selatan. Laut Jawa terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas permukaan air laut.

Kabupaten Rembang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur, sehingga menjadi gerbang sebelah timur Provinsi Jawa Tengah. Daerah perbatasan dengan Jawa Timur (seperti di Kecamatan Sarang, memiliki kode telepon yang sama dengan Tuban (Jawa Timur).
Bagian selatan wilayah Kabupaten Rembang merupakan daerah perbukitan, bagian dari Pegunungan Kapur Utara, dengan puncaknya Gunung Butak (679 meter). Sebagian wilayah utara, terdapat perbukitan dengan puncaknya Gunung Lasem (ketinggian 806 meter). Kawasan tersebut kini dilindungi dalam Cagar Alam Gunung Celering. 


Sunday, November 11, 2018

Jalan jalan ke Solo

Surakarta (Javanese: ꦯꦸꦫꦏꦂꦠ, often called Solo or less common spelling Sala) is a city in Central Java. The 46 km2 city[2] adjoins Karanganyar Regency and Boyolali Regency to the north, Karanganyar Regency and Sukoharjo Regency to the east and west, and Sukoharjo Regency to the south.[3] On the eastern side of Solo lies Solo River (Bengawan Solo). Its built-up (or metro) area made of Surakarta Municipality and 59 districts spread on 7 regencies was home to 3,649,254 inhabitants as of 2010 census.[4]
Surakarta is the birthplace of the current President of Indonesia, Joko Widodo. He served as Mayor of Surakarta from 2005 to 2012.
Under the Köppen climate classification, Surakarta features a tropical monsoon climate. The city has a lengthy wet season spanning from October through June, and a relatively short dry season covering the remaining three months (July through September). On average Surakarta receives just under 2200 mm of rainfall annually, with its wettest months being December, January, and February. As is common in areas featuring a tropical monsoon climate, temperatures are relatively consistent throughout the year. Surakarta's average temperature is roughly 30 degrees Celsius every month.  

Surakarta City and its surrounding regencies, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, and Boyolali, are collectively called the ex-Surakarta Residency (Dutch: Residentie Soerakarta). After Surakarta became a city, it was divided into five districts (kecamatan), each led by a camat, and subdivided into 51 kelurahan, each led by a lurah. 



 kota solo, atau surakarta, dulunya memang bernama desa sala, dipilih setelah diputuskan menjadi kraton terpisah dengan yogyakarta. namanya surakarta hadiningrat. seperti ditulis wikipedia diatas, areanya mencakup kota dan kabupaten disekitarnya. sehingga tidak heran kalau rumahnya wonogiri, kalau ditanya dimana rumahnya? solo. solonya mana? wonogiri.
 terkenal dengan batiknya yang memiliki ciri khas berbeda dengan batik yogya. jauh berbeda dengan batik pekalongan atau cirebon. batik jhas solo umumnya berwarna dasar gelap yang kurang disukai generasi muda. tetapi sekarang, dengan desain yang mempesona, atau dimodifikasi, batik beredar dimana mana. dengan beraneka model dan ditujukan untuk beragam kesempatan.
 salahsatu area yang merupakan kampung batik di solo adalah kampung kauman ini. nama kauman sendiri membutuhkan postingan terpisah. tetapi umumnya kampung kauman ini berada melekat dengan masjid agung di kota kota di jawa. masjid agung dan kampung kauman ini biasanya menjadi awal mula sebuah kota. sehingga usia area ini biasanya lebih tua dibanding area lain lainnya.
 lorong lorong teduh diantara gedung gedung tua, pintu pintu dan jendela kayu beraneka bentuk, dan tembok yang sudah mengelupas lapisannya. semuanya menyimpan banyak cerita.


 tidak jauh dari kampung kauman, masih dalam jangkauan langkah kaki, kita sampai di kraton solo. kraton kasunanan. kompleksnya didominasi warna putih untuk dinding dinding tinggi dan tebalnya dan warna biru yang cerah untuk pintu pintunya. saat kami datang ke kraton untuk ke sekian kalinya, sebagian, bagian dalam, sedang dalam perbaikan sehingga tertutup untuk umum. jadi kami hanya bisa melihat lihat museumnya saja.
 harga tiket masuknya masih terjangkau. mengingat biaya perawatannya tentu besar. mereka menyediakan pemandu wisata dengan biaya terjangkau untuk mendengarkan lebih banyak dan lebih jelas sejarah kraton. saya senang sekali melihat perbaikan di kraton sebagai tujuan wisata. toiletnya nampak bersih dan terang. pemandu wisata juga rapi, sopan,  dan tidak terlihat memaksa. tidak ada tukang foto yang memaksa kami membeli foto sebesar daun pintu lagi. lebih nyaman dan ramah untuk dikunjungi. 

ini toilet yang letaknya di depan sebelum memasuki area museumnya. ada di sebelah kiri. mungkin terlihat agak aneh sebab biasanya toilet ada di belakang. tetapi sebenarnya loket dan pintu masuk untuk museum ini memang letaknya di kiri belakang pintu utama kraton. foto diatas yang pertama, itulah pintu utamanya. 
 mengapa saya seperti de javu melihat ini sebelumnya di amber fort jaipur ya? mirip mungkin ya. memang sih, setelah melihat beberapa kraton dan benteng di jaipur, kraton di solo dan yogya sepertinya super kecil hahahah.
 dandang ini adalah magic jar atau rice cooker versi pertama sebelum ada listrik dan ada kompor minyak tanah. butuh keahlian luar biasa untuk mengendalikan api dan memastikan nasinya masak tanpa ada endapan apalagi gosong.
 semoga ini bukan satu satunya lesung yang tersisa ya. bagaimana lagi, sudah tidak ada lagi yang menggunakan lesung untuk menumbuk padi. ada mesin yang lebih cepat.
 masing masing arca ini bernama dan ada ceritanya tetapi saya tidak begitu memperhatikan. hehehe
 yang mengenakan baju batik dengan syal kuning adalah guide. saya sarankan memakai jasa mereka supaya kunjungan ke kraton memiliki muatan sejarah dan lebih manfaat. selain membagi rezeki dengan guide kan.
dinding putih dan pintu biru.




 setelah siang jalan jalan disekitar kauman dan kraton solo, ke mana kita di malam hari di solo? ada banyak pilihan tentu. salahsatunya adalah menonton pertunjukan wayang orang di taman sriwedari. tiketnya sangat murah. sound systemnya bagus. lightingnya sangat mendukung akting dan cerita. setiap hari ada pertunjukan. dimulai jam 20.00 - 22.00 dengan cerita yang berbeda beda. 

ini adalah harga tiket untuk kelas VIP alias duduk depan sendiri dan kursinya ada bantalan busa yang empuk. kursi di kelas kelas lain hanya kursi dari besi dan kayu saja. 
 jangan khawatir kalau tidak bisa berbahasa jawa, sebab di kiri panggung ada layar cukup besar yang menayangkan terjemahan versi singkatnya. ditambah dengan akting dan intonasi pemain, pasti bisa memahami cerita secara umum.
 kostumnya menarik lengkap dengan make up. pasti mereka membutuhkan waktu berjam jam untuk pentas seperti ini. angkat topi untuk mereka semua yang setia memelihara kebudayaan jawa. semoga ada generasi penerusnya dari masa ke masa.
 di ujung ada layar untuk terjemahan ceritanya. memang tidak lengkap dan terlalu singkat. teman saya ada yang sudah mengusulkan lewat facebook supaya terjemahannya bisa lebih baik dan lebih mudah dipahami siapa saja yang tidak mengerti bahasa jawa.

 jadi, jangan lupa check jadwal tayang dan ceritanya di facebook wayang orang sriwedari solo. jangan lupa nonton kalau sedang di solo ya. 

oh ya. untuk sampai di Surakarta atau Solo ini, bisa dengan pesawat terbang, turun diBandara Adi Sumarmo. ada banyak pilihan penerbangan dari Jakarta, Denpasar, atau beberapa kota di pulau Kalimantan. atau naik beraneka pilihan kereta baik dari arah barat maupun timur. selain itu juga ada bus antar kota dalam propinsi atau antar kota antar propinsi. 
sedangkan untuk keliling kota, bisa menggunakan taxi online atau ojek online, bisa juga rental mobil, untuk beberapa titik tertentu bisa menggunakn transportasi umum seperti batik solo trans. sedangkan rute pendek bisa naik becak.