if only you are not an indonesian ...

Tuesday, November 20, 2018

MASJID JAMI' LASEM

 meski Lasem dikenal sebagai Tiongkok Kecil, ternyata agama Islam di sini sangat terasa kehadirannya di mana mana. dan usianya cukup tua terlihat dari masjid masjid di sini. 
karena kami belum merasa lelah, setelah check in hotel, kami mencari masjid jami Lasem di sebelah timur kota Rembang, kira kira 14 km. jalanan sudah mulai sepi. beberapa truk besar menemani perjalanan kami. di sisi kiri kami dalam kegelapan tampak kilau air laut dari pantulan lampu di perahu nelayan. ada perasaan takut menyelinap.
 akhirnya kami temukan juga masjid ini. sebenarnya masjidnya cantik. sayangnya tampak depannya tidak terlihat. selain berada di sudut perempatan jalan raya yang ramai, jalan raya pantai utara, kabel kabel telepon dan listrik centang perenang di depannya. perlu memutar dua kali sampai akhirnya kami menemukan pintu masuk dan tempat parkir yang aman.
 ditambah lagi di seberang masjid sepertinya ada pasar yang masih ramai meski hari sudah malam. mungkin karena lalu lintas di depan masjid adalah lalu lintas utama pantai utara. 

konon kota Lasem ini sudah ada sejak tahun 1276 caka atau tahun 1616 Masehi sebab tertulis dalam buku Negarakertagama bahwa raja Hayamwuruk berkunjung ke Lasem pada tahun tersebut.

meski begitu, kapan berdirinya masjid Lasem tidak bisa disebutkan dengan jelas. tidak ada yang bisa mengartikan tanda tanda dalam bahasa Arab dan Jawa di dalam masjid.
 detil ukiran cantik di dalam masjid jami Lasem. menurut saya tidak mengherankan mengingat jarak Lasem dan Jepara tidak jauh. Jepara terkenal dengan kerajinan ukirannya. 
 sayangnya masjid ini kurang terang. kurang kuat pencahayaannya. apalagi tampak dalam foto adalah jalan menuju tempat wudlu wanita. sepertinya sedikit spooky karena gelap.
 sebenarnya banyak kendaraan jamaah yang parkir di halaman depan masjid tetapi karena sudah malam dan lampunya remang remang saja, tidak bisa terlihat dengan jelas.
 sepertinya ini salahsatu bagian masjid yang masih asli. mungkin di bangunan seperti candi atau temple atau menara ini ada tanda tanda yang sebenarnya bisa menunjukkan kapan masjid ini didirikan.
bagian wudlu untuk laki laki. diatasnya sepertinya ada ruangan ruangan tetapi tidak tahu untuk apa. semua jendelanya tertutup rapat dan tidak ada cahaya apa apa. sekilas mengingatkan saya pada masjid kauman di Semarang. tetapi ini masjid Lasem ini juga masjid kaumannya Lasem. 

sudah malam, setelah dari masjid kami sebentar memutar di Lasem dan memutuskan makan malam di arah kota Rembang saja. sebab Lasem sepertinya sudah tidur lelap setelah isya. kami singgah di restoran yang direkomendasikan oleh aplikasi tripadvisor. 



 PRAU KUNO RESTAURANT
REMBANG

 kami pilih restoran ini karena mudah ditemukan, masih banyak dan ramai pengunjungnya, dari jalan terlihat artistik, dan kelihatannya halaman belakangnya menghadap langsung ke pantai. rupanya malam itu sedang ada reuni sehingga tampak ramai. ada musik dan banyak canda tawa. 

 arsitektur khas Jawa, ada pernak pernik tentang kehidupan nelayan, gambar perahu, selain perahu raksasa di lobby tadi. harganya terjangkau untuk ukuran restoran sekelas itu. rasa makanannya enak juga. kami duduk di bagian belakang luar restoran. konsepnya taman terbuka. ada atrium terbuka juga di seberang area meja kami.
 di sini kami mencicipi satu minuman khas Rembang yaitu sirup buah kawista. rasanya segar mirip rasa coca cola. termasuk warnanya coklat kemerahan juga. tetapi mereka tidak menyajikan yang hangat jadi saya hanya minum seteguk saja.
 ada beberapa bangunan seperti ini salahsatunya digunakan sebagai musholla. 
kelihatannya restoran ini masih baru sebab tanamannya juga seperti baru ditanam. pada malam hari tidak ada masalah. tetap cantik. tetapi mungkin kalan makan di sini di siang hari, kami harus memilih makan di bangunan utama yang memiliki pendingin ruangan. 

waktunya pulang ke hotel. sudah banyak yang dikunjungi, perut sudah kenyang, mata sudah berat, kaki sudah lelah.
 nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudera
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa

No comments:

Post a Comment